Tanpa Agenda Resmi Pemda, Tokoh dan Pemuka Gelar Meditasi Peringati Hari Jadi Banyuwangi di Rowo Bay
Para tokoh dan pemerhati budaya berkumpul sukarela sebagai bentuk menghormati Leluhur Banyuwangi

Keterangan Gambar : Rowo Bayu Monument Alam Sejarah hari jadi Banyuwangi
Ditulis Oleh: Yusuf Sugiyono
Pada malam 18 Desember 2024, sejumlah tokoh masyarakat, pemuka adat, dan pemangku spiritual dari Rowo Bayu mengadakan meditasi bersama untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi yang ke-253. Kegiatan yang berlangsung di kawasan sakral Rowo Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, ini dilaksanakan tanpa adanya agenda resmi dari pemerintah daerah.
Tanpa Agenda Resmi Pemda, Tokoh dan Pemuka Gelar Meditasi Peringati Hari Jadi Banyuwangi di Rowo Bayu
Baca Lainnya :
- Sumberbulu, Berpotensi menjadi Desa Wisata dengan Potensi Besar
Malam Tasyakuran Hari Jadi Desa Sumberbulu ke-24, Momentum Pererat Kebersamaan Warga
Ikatan Alumni Santri Pondok Pesantren Mambaul Hikmah Gelar Diskusi Kontribusi Santri dalam Pembangun
Aksi Lingkungan CDK Banyuwangi dan KPA Elang Raung
Dinas Pengairan Banyuwangi dan KORSDA Singojuruh Wilayah Songgon Adakan Penghijauan
Hari Jadi Banyuwangi yang diperingati setiap 18 Desember merujuk pada peristiwa heroik Perang Puputan Bayu (1771-1772). Peperangan tersebut adalah salah satu pertempuran terbesar dan paling berdarah dalam sejarah perjuangan rakyat Blambangan melawan kolonial VOC. Di bawah pimpinan Pangeran Jagapati (Mas Rempeg), rakyat Blambangan melakukan perlawanan habis-habisan hingga titik darah penghabisan.
Fakta Penting Perang Puputan Bayu:
1. Dipimpin Pangeran Jagapati Buyut Pangeran Tawang Alun ini menjadi simbol perlawanan rakyat Blambangan terhadap dominasi VOC.
2. Skala BesarPerang ini mengerahkan 10.000 pasukan VOC yang dilengkapi senjata modern, termasuk alat-alat berat.
3. Korban JiwaL
ebih dari 60.000 rakyat Blambangan tewas, melarikan diri, atau hilang selama perang berlangsung.
4. Kerugian VOC
VOC mengakui bahwa Perang Puputan Bayu merupakan salah satu konflik paling kejam dan memakan biaya sangat besar.
5. Perubahan DemografiA
kibat perang, peta demografi Blambangan berubah drastis, baik dari sisi populasi maupun kekuasaan.
Puncak perlawanan terjadi pada 18 Desember 1772, yang sekaligus menjadi hari gugurnya Pangeran Jagapati. Sebagai penghormatan, tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Jadi Banyuwangi untuk mengenang keberanian dan pengorbanan rakyat Blambangan dalam mempertahankan tanah air mereka
Meditasi yang dilakukan di malam peringatan ini menjadi momen refleksi mendalam atas nilai-nilai perjuangan leluhur yang harus terus diwariskan kepada generasi muda. “Rowo Bayu bukan sekadar tempat sakral, tapi simbol semangat perjuangan. Kegiatan ini adalah cara kami menjaga warisan sejarah Blambangan,” tegas P. Atim.
Dengan penuh kesederhanaan namun sarat makna, meditasi tersebut menggugah kesadaran masyarakat untuk selalu menghargai sejarah perjuangan leluhur mereka.
Sumber: Berbagai sumber literasi dan tokoh Pemangku ,budayawab , Pelaku Meditasi Wilayah Rowobayu